Kabar duka di penghujung tahun 2018 datang dari Bumi Cenderawasih, Papua. Tepatnya dari Distrik Yigi, Kabupaten Nduga, Papua Barat, Sabtu (1/12). Dari 23 orang pekerja PT Istaka Karya yang tengah mengerjakan proyek jembatan di Kali Yigi-Kali Aurak, 19 diantaranya dibunuh oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB). Mereka digiring dengan tangan terikat dan berjalan jongkok menuju lokasi pembantaian tersebut. Sedangkan untuk korban selamat pembunuhan di papua berjumlah 13 orang. Mereka yang berhasil selamat karena berpura-pura mati untuk mengelabui kelompok bersenjata.
Aksi penyerangan kelompok separatis ini ternyata tak berhenti sampai di situ. Pada Rabu (5/12), penyerangan kembali dilakukan terhadap tim gabungan yang tengah mengevakuasi jenazah Sertu Handoko. Dalam penyerangan ini, Bharatu Wahyu, anggota Brimob Kelapa Dua Jakarta, tertembak saat kontak senjata pasukan gabungan Polri dan TNI dengan kelompok kriminal separatis bersenjata (KKSB) di Yigi, Distrik Yall, Kabupaten Nduga. Beruntung nyawanya masih bisa diselamatkan.
Dari penyerangan ini, muncul nama Egianus Kogoya. Dia diduga sebagai pimpinan gerakan separatis Papua. Selama ini serangkaian teror kelompok Egianus Kogoya sangat meresahkan. Egianus juga aktor di balik penculikan 15 guru dan sejumlah tenaga kesehatan di Mapenduma. Mereka disandera selama 14 hari mulai 3 Oktober hingga 17 Oktober 2018. Egianus bagian dari pemimpin separatis senior dan komandan dari sayap militer Organisasi Papua Merdeka (OPM), Kelly Kwalik. Di tahun 2009, Egianus membentuk kelompoknya usai Kelly tewas dalam serangan Polisi.
Distrik Yigi semula merupakan zona aman. Namun situasi berubah. Distrik ini menjadi masuk dalam zona merah setelah kelompok kriminal bersenjata (KKB) pimpinan Egianus Kogoya menghuni distrik tersebut. Egianus dan kelompoknya pindah ke Distrik Yigi karena terdesak kejaran TNI-Polri dari Distrik Kenyam, Nduga. Sejak saat itu, Distrik Yigi masuk dalam kategori zona merah dari sisi keamanan.
"Saya telah memerintahkan kepada Panglima TNI dan Kapolri untuk mengejar dan menangkap seluruh pelaku tindakan biadab tersebut. Ini membuat tekad kita membara untuk melanjutkan tugas besar kita membangun tanah Papua," kata Jokowi saat memberikan keterangan pers di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (5/12).
Mantan Panglima ABRI ini telah bicara dengan Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto untuk mengejar kelompok separatis ini. Pasukan TNI dan Polri langsung terjun memburu kelompok ini. Di bawah komando Pangdam XVII/Cendrawasih Mayjen TNI Yosua Pandit Sembiring dan Kapolda Papua Irjen Pol. Martuani Sormin Siregar, pasukan bergerak mencari pemberontak yang diperkirakan berjumlah 30 sampai 50 orang. Mereka selalu bergerilya, masuk ke dalam hutan.
Kelompok separatis di Papua memang selalu ingin menunjukkan eksistensinya setiap 1 Desember. Bagi mereka, 1 Desember merupakan hari penting sejak Belanda memberikan kemerdekaan bagi kelompok ini. Mereka juga dilengkapi dengan senjata. Kapolri Jenderal Tito Karnavian memaparkan cara kelompok pemberontak di Papua mendapatkan senjata. Pertama, kawanan pemberontak mendapatkan senjata dari hasil rampasan anggota TNI-Polri. Mereka juga mendapatkan senjata dari sisa-sisa konflik Ambon.
Para pemberontak juga mendapatkan senjata dari jaringan ilegal di perbatasan Papua Nugini. Temuan-temuan itu, kata Tito, didapat melalui keterangan pemberontak yang tertangkap.
Menurut mereka, pembangunan di berbagai sektor ekonomi, bisnis dan lain-lain sebagai bagian dari penjajahan Indonesia terhadap Papua. Berbagai aksi teror yang mereka lakukan itu sebagai peringatan agar pemerintah Indonesia menyetop pembangunan di Papua. Bahkan, mereka menuding proyek infratsruktur banyak dikerjakan TNI.
Kendati terus diburu TNI dan Polri, kelompok ini mengaku tidak bakal menyerah. Mereka akan terus bergerilya untuk memperjuangkan kemerdekaan. Keinginan kelompok ini hanya satu, kemerdekaan bagi Papua.
Tudingan itu langsung dibantah Kepala Penerangan Kodam (Kapendam) XVII/Cenderawasih Kolonel Inf M Aidi. Dia menantang Sebbu Sambom untuk melihat langsung bahwa korban adalah sipil. Bukan Tentara.
TNI juga tidak terima dengan pernyataan kelompok separatis terkait alasan penyerangan karena jalan dan jembatan trans-Papua di Nduga dibangun tentara. Sehingga ini dijadikan dalil untuk menyerang pekerja.
Peristiwa ini juga menyita perhatian Komisi Tinggi Hak Asasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (OHCHR). Juru bicara OHCHR Ravina Shamdasani mengatakan kekerasan yang terjadi di Papua itu tidak dapat dibenarkan. Menurutnya, akar masalah di Papua selama ini tidak dipahami dan ditangani dengan baik oleh pemerintah Indonesia.
Menanggapi itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan bahwa pemerintah sudah berupaya meredam konflik di Papua. Berbagai permintaan sudah dilakukan dan diberikan. Mulai dari hak politik hingga ekonomi. JK menjelaskan semua pihak sudah maksimal meredam konflik di Papua. Sudah berkali-kali pemerintah mengupayakan. Namun masih banyak pihak yang belum bisa memahami hal tersebut.
"Sekarang sebenarnya, opsi dialog itu juga pertanyaannya apanya lagi yang bisa didialogkan. Semua sudah dikasih ke daerah terkecuali kemerdekaan. Dana itu sudah jauh lebih besar daripada sebelumnya," kata JK di Istana Wakil Presiden.
Dalam pengejaran ini, aparat juga menemukan tiga jenazah anggota kelompok separatis di pegunungan. Ketiga jenazah teridentifikasi sebagai ML yang ditemukan 300 meter di atas lokasi penyerangan, NI ditemukan 400 meter di atas lokasi penyerangan, dan NW yang ditemukan di atas lokasi penyerangan dengan kondisi tubuh terbakar. SOP dari KKB, apabila anggota mereka ada yang mati karena ditembak harus dibakar untuk menghilangkan jejak. Polisi mengklaim, kekuatan KKB yang tersisa saat ini di Kabupaten Nduga hanya sekitar 25 orang.
Presiden Jokowi menyebut para korban sebagai pahlawan. Bukan tanpa alasan, para pekerja bertaruh nyawa demi terwujudnya pembangunan infrastruktur Trans Papua. Demi kesejahteraan dan pemerataan pembangunan. Karena itu, meski ada insiden penembakan, Jokowi tidak gentar untuk menghentikan proyek pembangunan di pulau paling ujung Timur Indonesia.
Sejalan dengan itu, upaya perburuan terus dilakukan. Kapolri Tito Karnavian punya cara sendiri dalam melakukan pengejaran. Dengan operasi penegakan hukum terbatas. Bukan tanpa alasan. Sebab, kelompok ini memainkan isu propaganda agar menarik simpati dunia internasional.
Aksi brutal dalam bentuk pembantaian dilakukan agar terjadi dialog dengan pemerintah dalam upaya melepas Papua dari Indonesia.
"Kemudian memancing aksi eksesif akibat aksi balasan dari pemerintah. Nanti aksi ini bisa buat isu baru, pelanggaran HAM berat pemerintah," ucap Tito.
评论
发表评论