Kepolisian Daerah Bali menghadapi kendala dalam pengungkapan dugaan kasus pelecehan seksual di sekolah asrama di Kabupaten Klungkung, Bali. Kepala Komisaris Humas Polda Bali Pol Hengky Widjaja menjelaskan bahwa hambatannya adalah saksi memutuskan untuk tidak bersaksi.
"Ketika pertemuan itu melihat dan mendengar kesaksian atau pengakuan dari seorang siswa berusia 20 tahun dan mengklaim bahwa Klungkung Ashram telah menerima pelecehan seksual dari guru spiritualnya, dia belum berusia 18 tahun," katanya, Rabu. (2/20) kepada wartawan.
Menurut Henki, pertama-tama, menurut para saksi, para korban bersikap kooperatif dan bersedia melapor ke polisi. Tetapi ketika hari yang dijanjikan diundang oleh teman-teman LBH, korban tidak mau melaporkan.
Menurut temuan para korban yang dicurigai, mereka sekarang berusia 24 tahun. Awalnya, personel terkait berjanji untuk bertemu dengan simpatisan pada 5 Februari 2019.
"Namun, ketika hari pesan yang dijanjikan dikirim melalui Australia Barat, pada dasarnya meminta maaf, setelah orang tersebut mengaku mempertimbangkannya, ia tidak ingin mengingat masa lalu dan meminta bantuan agar tidak diganggu dan mengaku puas dengan kehidupannya saat ini. Dan meminta untuk memahami simpatisan, "Henki menjelaskan.
Berdasarkan fakta-fakta ini, kepolisian daerah Bali melakukan penyelidikan tetapi menemui hambatan. Henki menjelaskan bahwa orang pertama yang dicurigai sebagai korban enggan memberikan informasi tentang waktu dan tempat terjadinya dan bagaimana cara kerjanya.
"Oleh karena itu, penyidik tidak dapat mengumpulkan bukti pendukung untuk membuktikan adanya dugaan pelanggaran pidana terhadap anak-anak atau pedofil," katanya.
Penyelidik kedua kemudian tidak dapat menyelidiki tanpa informasi korban, karena kesaksian saksi yang baru diperoleh hanya didengar oleh saksi yang dicurigai sebagai cerita korban, daripada saksi yang secara langsung mengalami atau memahami peristiwa (Testimonium de Auditu)).
Ketiga, para penyidik belum memperoleh informasi tentang persetujuan pelaku. Jika catatan itu benar, polisi percaya bahwa itu tidak dapat digunakan sebagai bukti sendiri tanpa dukungan bukti lain.
“Sekarang kita harus bekerja sama untuk melindungi hak-hak korban yang hidup damai dan pulih dari trauma. Mereka melupakan peristiwa yang mereka alami. Jadi kasus-kasus semacam itu tidak dipolitisasi karena mengingatkan para korban untuk kembali ke masa lalu. Trauma, "katanya.
评论
发表评论